Jalan Sunyi Seorang Value Investor

Walaupun di masa kini hampir seluruh transaksi jual beli di bursa saham dilakukan secara online melalui aplikasi yang disediakan oleh pihak sekuritas, suasana ramai tetap terasa di grup-grup sosial media. Setiap harinya selalu ada saja berita dan informasi baru yang dapat menjadi bahan diskusi dan pada akhirnya menggerakkan orang-orang untuk melakukan transaksi. Dari tahun ke tahun nilai transaksi saham di BEI terus meningkat. Tercatat nilai transaksi tahunan BEI naik hampir dua kali lipat dalam satu dasawarsa terakhir, yaitu dari Rp 1.064 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp 2.040 triliun pada tahun 2018.

Terlepas dari semua itu, terdapat satu hal yang tidak berubah. Tujuan berinvestasi adalah memperoleh keuntungan. Orang yang membeli saham mengharapkan keuntungan baik dari kenaikan harga saham maupun dividen. Untuk mencapainya, para pelaku pasar menggunakan berbagai macam strategi. Kita mengenal analisis fundamental, analisis teknikal, bandarmologi, astronacci, dsb. Beragamnya metode yang digunakan tak pelak tercermin pada dinamismya fluktuasi di bursa saham. Secara natural, fluktuasi harga saham akan berpotensi menimbulkan greed (keserakahan) dan fear (ketakutan) pada pelaku pasar. Kondisi psikologis ini akan semakin terasa apabila pelaku pasar tersebut adalah pendatang baru yang terlebih jika belum memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang cukup memadai.

Di balik riuh rendahnya bursa saham, terdapat sejumlah pelaku pasar yang menganut aliran value investing. Sesuai dengan namanya, seorang value investor akan berusaha untuk membeli saham yang harganya lebih murah dibandingkan dengan nilai sebenarnya. Jika sudah cukup familiar dengan prinsip value investing tentu Anda mengenal Ben Graham. Buku karyanya yang fenomenal, Security Analysis yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1934 telah menggugah banyak orang hingga saat ini. Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah Warren Buffett yang sangat kepopulerannya bahkan terdengar sampai di luar komunitas pasar modal. Kutipan-kutipan perkataan Buffett yang ikonik acap kali menghiasi artikel dan diskusi tentang bisnis dan bursa saham. Selain Warren Buffett, dunia mulai mengenal murid-murid lain dari Ben Graham melalui artikel yang dituliskan oleh Warren Buffett dengan judul The Superinvestors of Graham and Doddsville. Di antaranya adalah Walter Schloss (almarhum), Bill Ruane, dan Irving Kahn.

Ben Graham mengembangkan metodologi untuk mencari saham-saham yang murah dengan melakukan analisis kuantitatif berdasarkan angka-angka yang terdapat di dalam laporan keuangan. Pada masa itu, apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang baru. Sebagai gambaran, salah satu tokoh terkenal yang satu zaman dengan Ben Graham adalah Jesse Livermore yang terkenal dengan julukan Boy Plunger karena berhasil mendapatkan keuntungan besar dari perdagangan komoditas saat depresi besar melanda Amerika Serikat pada tahun 1929. Buku berjudul Reminiscences of A Stock Operator yang mengisahkan tentang sepak terjang tokoh yang bernama Larry Livingstone di pasar modal. Diduga kuat Larry Livingstone adalah alias dari Jesse Livermore. Sangat berbeda dengan Ben Graham, Jesse Livermore terkenal karena melakukan hasil analisis terhadap pergerakan harga saham untuk melakukan transaksi. Tokoh terkenal lainnya adalah W. D Gann yang menganalisis pergerakan harga saham dengan bantuan ilmu geometri dan matematika kuno. Walaupun masih menjadi perdebatan, ia juga diduga menggunakan ilmu astronomi dan astrologi sebagai panduan. Di tengah-tengah metodologi-metodologi tersebut, apa yang dilakukan oleh Ben Graham adalah sesuatu yang baru. Ia mempercayai bahwa harga saham pada akhirnya akan mengikuti kondisi fundamental bisnisnya.

About sejarawan

Sudah tidak kuliah lagi....sekarang dalam masa kebingungan yang sangat amat Twitter: @TanayaYP

Tinggalkan komentar